DETEKTIF SQUAD.COM
JAKARTA,– detektifsquad.com – Pakar Hukum Internasional dan Ekonom, Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal, SH., MH., menegaskan bahwa negara berisiko koleps (bangkrut) akibat orang dengan gangguan jiwa atau stres memegang jabatan penting. Menanggapi maraknya kasus korupsi, Prof. Nasomal mendesak Presiden RI Jenderal TNI Haji Prabowo Subianto untuk segera melibatkan pakar kejiwaan dalam menyeleksi ulang para pejabat tinggi negara dan menteri. Pejabat yang terbukti mengidap gejala kejiwaan atau sakit jiwa harus dicabut jabatannya atau dipecat demi mencegah keresahan dan kehancuran sistem negara.
Mengapa Pakar Kejiwaan Wajib Dilibatkan?
Prof. Nasomal, yang juga Presiden Partai Oposisi Merdeka, menjelaskan bahwa masalah mendasar dalam pemerintahan, termasuk praktik korupsi, seringkali bersumber dari kesehatan mental para pejabat.
Koruptor Berpendidikan Tinggi: Kasus korupsi di banyak negara, termasuk Indonesia, didalangi oleh pejabat berpendidikan tinggi (S2, Doktor, Profesor) dan bahkan religius, namun jiwanya sudah “terpapar sakit”. Mereka melakukan korupsi secara sadar, tanpa rasa takut bersalah, bahkan menikmatinya.
Kelemahan Sistem: Sistem negara dan kerajaan selama ini tidak melibatkan pakar kejiwaan dalam proses Pemilu, pembentukan kabinet, atau pemilihan pembantu pemimpin. Akibatnya, kesehatan mental para pelaksana negara luput dari pengawasan.
Perkumpulan “Tikus” Koruptor: Situasi ini menciptakan “perkumpulan tikus” koruptor yang bermain di semua lini. Prof. Nasomal menyebut koruptor licin dan licik, tidak mau bermain tunggal, dan kerap melibatkan orang waras melalui intimidasi. Pejabat sakit jiwa yang sensitif dan memegang jabatan penting mudah merasa terancam dan membutuhkan dukungan untuk berbuat negatif.
Sakit Jiwa Khusus: Ancaman Koruptor Psikopat
Prof. Nasomal membedakan antara sakit jiwa umum (halusinasi, hidup di jalanan, hilangnya kesadaran dan rasa malu) dengan sakit jiwa khusus yang berbahaya di pemerintahan:
Sakit Jiwa Khusus: “Orang-orang cerdas dan memiliki ilmu yang tinggi serta kesadaran yang baik tetapi merasa nyaman berbuat salah dan sangat menikmati permainannya sebagai tikus koruptor.”
Pejabat dengan penyakit jiwa khusus, seperti psikopat, seringkali menutupi penyakitnya dengan gaya hidup, namun mereka tidak merasa bersalah menguras uang negara demi memperkaya diri melalui Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Prof. Nasomal mencontohkan pejabat penegak hukum yang berpenghasilan Rp5 Juta/bulan, namun memiliki kekayaan ratusan miliar hingga aset triliunan—sebuah indikasi jelas dari pelaku sakit jiwa yang diberikan jabatan.
Solusi: Dewan Pengawas dan Kode Etik Kejiwaan
Untuk menyelamatkan negara, Prof. Nasomal mendesak Presiden atau Raja untuk segera membangun dewan pengawas dan kode etik yang wajib melibatkan para ahli kejiwaan. Dewan ini bertugas memberikan laporan penting tentang adanya pejabat yang mengidap sakit jiwa yang berat tetapi tidak terlihat.
“Semoga belum terlambat untuk dibenahi dan dilibatkan para ahli jiwa untuk menjaga Negara Indonesia,” pungkasnya.- ( Red-DS-TR )
Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal, SH., MH., yang juga Pengasuh Ponpes ASS SAQWA PLUS Jakarta.
