DETEKTIF SQUAD.COM
SULSEL,- detektifsquad.com,– Makassar – Kemenangan Ishak Hamzah dalam sidang Praperadilan dan terbitnya Surat Penghentian Penyidikan (SP3) kian memperkuat dugaan adanya kriminalisasi terstruktur dan penyimpangan hukum yang dilakukan oleh oknum aparat di tingkat Polrestabes dan Polda Sulawesi Selatan.
Ishak Hamzah, warga Makassar yang sempat ditahan selama 58 hari atas tuduhan penyerobotan dan pemalsuan dokumen, kini menuntut Propam Polda Sulsel untuk bertindak tegas, termasuk menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap oknum yang diduga terlibat dalam konspirasi kejahatan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.
Ishak Hamzah menilai, semangat Presisi (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan) yang digaungkan Kapolri “MANDUL” dalam penegakan keadilan di lapangan. Kasusnya berawal dari sengketa lahan warisan keluarga di Kelurahan Barombong sejak tahun 2011. Puncaknya, ia dijadikan tersangka berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP/790/XII/2021/SPKT/Restabes Makassar, dengan jeratan Pasal 167 KUHP dan Pasal 263 ayat (2) KUHP tentang pemalsuan dokumen.
Kejanggalan Proses Hukum dan Indikasi Kriminalisasi, Ishak dan kuasa hukumnya menyoroti sejumlah kejanggalan:
Alat Bukti Lemah: Penyidik dinilai memaksakan penggunaan salinan buku F Kelurahan yang tidak terjamin keaslian dan keutuhannya sebagai alat bukti utama.
Pengabaian Bukti Sah: Dokumen-dokumen resmi kepemilikan Ishak, seperti PBB, sporadik, dan penetapan kewarisan dari Pengadilan Agama, diabaikan seolah tidak memiliki nilai pembuktian.
Intimidasi Balik: Penambahan Pasal 263 ayat (2) tentang pemalsuan dokumen dilakukan secara tiba-tiba setelah Ishak melaporkan perilaku penyidik ke Propam Polda Sulsel, yang dinilai sebagai indikasi intimidasi.
Tuntutan PTDH terhadap Jaringan Pelanggar HAM.
Pada Selasa (21/10/2025), Kuasa hukum Ishak Hamzah, Maria Monika Veronika Hayr, S.H., bersama kliennya mendatangi Subdit Wabprof Polda Sulsel untuk menanyakan tindak lanjut perkembangan hasil penambahan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan mempertanyakan lambannya penanganan empat laporan balik milik Ishak yang hingga kini tidak kunjung ditingkatkan ke tahap penyidikan.
“Kami meminta adanya ketegasan dari pihak Polda. Ada empat laporan klien kami yang di-A2-kan tanpa kejelasan. Kami berpegang pada PP Nomor 1 Tahun 2003 yang mengatur sanksi PTDH bagi anggota Polri yang terbukti melanggar kode etik. Kami harap ketentuan ini benar-benar diterapkan, sebab ini menyangkut dugaan pelanggaran HAM berat yang terstruktur di tubuh kepolisian sendiri,” tegas Maria.
Maria juga menyoroti kasus dugaan penganiayaan di Polres Pelabuhan Makassar sejak tahun 2023 yang hingga kini tidak menunjukkan perkembangan, padahal bukti-bukti telah jelas, Ujian Integritas bagi Polri Sulsel.
Kemenangan Praperadilan dan terbitnya SP3 menjadi bukti nyata bahwa Ishak Hamzah sebagai korban kriminalisasi hukum.
Kasus ini kini menjadi ujian integritas bagi institusi penegak hukum di Sulawesi Selatan.
“Saya berharap Polda Sulsel benar-benar turun tangan, bukan sekadar formalitas. Jangan biarkan hukum menjadi alat kekuasaan,” ujar Ishak Hamzah. “Hukum tanpa nurani hanyalah kekuasaan yang berwajah dingin, dan ‘Presisi’ tanpa keadilan hanyalah slogan yang kehilangan makna.”
Masyarakat menunggu komitmen Polri untuk membuktikan bahwa konsep Presisi dapat berjalan dengan transparansi dan berkeadilan, serta berani menjatuhkan sanksi tegas PTDH terhadap oknum yang mencederai kepercayaan publik dan institusi.-( Red-MDS )
#TIM RED#
